Warih Wisatsana
Begitu lekas usia membuat kita tua dan pelupa
Tiba dini hari di stasiun terakhir
tak tahu kota masa kecil siapakah ini?
Tertidur sepanjang perjalanan
tangan letih menulis
nama-nama yang kini ingin kuingat
alamat-alamat yang dulu luput tercatat
Melewati hujan dan genangan bayang di kaca
melintasi pohonan yang berkejaran di luar jendela
Apakah kita tengah pergi atau kembali
apakah pulang ke kampung halaman
atau mengunjungi anak cucu di tanah seberang
Dalam kereta malam yang melaju ini
hanya bayangan bocah masa silam
yang datang berulang
berlarian di pematang
mengejar layangan di ujung petang
yang entah berakhir di mana
Bukankah sore tadi sebelum berangkat
sahabat-sahabat kita dengan wajah sedih
mengucapkan selamat jalan
sambil mengingatkan jangan terburu tidur
nanti mimpi menghampiri
menyelinap dalam lelap peluh tangis bayi
tangan mungil mereka akan melambai
dari balik kaca
bagai ranting kering pohon mati
yang luruh di tanah jauh
Begitu lekas kita jadi tua dan pelupa
Tak ingatlagi
potret siapakah yang terselip di dompet ini
Musush-musuh terkasih
atau kekasih-kekasih tersisih
Lamunan dan angan
atau kenangan dalam kenangan
yang menenggelamkan kita
jadi batu kecil di dasar lautan
Entah akan kemana
entah berujung di mana
Kita melaju
bagai mengejar layangan
yang terlepas dari tangan
Basah oleh hari yang penuh kesedihan
tak paham kenapa riang tertinggal di tikungan
Begitu lekas semua terlepas dari tangan
Apakah kita telah sampai
atau selesai?
Labels: Sujud